Saudara-saudaraku, momentum Maulid Nabi Muhammad s.a.w. seharusnya menjadikan kita lebih
mencintai Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, lalu kecintaan itu
membuat kita mengikuti beliau dan meneladaninya. Jangan sampai, maulid Nabi
justru membuat kita semakin jauh dari sunnahnya.
Untuk lebih mencintai Nabi, mendekati tanggal 12 Rabiul Awal yang diyakini
sebagai hari kelahiran Rasulullah s.a.w. , Maulid Nabi, perlu kita putar kembali
ingatan kita kepada besarnya kasih sayang dan pengorbanan beliau untuk umatnya.
Kasih sayang itu, bahkan menjadi sifat Rasulullah s.a.w. yang difirmankan Allah
Ta'ala:
قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (QS.
At-Taubat : 128)
Dalam menjelaskan ayat ini, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur'anmengatakan,
"Allah tidak mengatakan 'rasul dari kalian' tetapi mengatakan 'dari kaummu
sendiri'. Ungkapan ini lebih sensitif, lebih dalam hubungannya dan lebih
menunjukkan ikatan yang mengaitkan mereka. Karena beliau adalah bagian dari
diri mereka, yang bersambung dengan mereka dengan hubungan jiwa dengan jiwa,
sehingga hubungan ini lebih dalam dan lebih sensitif."
Sedangkan Ibnu Katsir dalam Tafsir Qur'anil Adzim berkata,
"Allah SWT menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada
orang-orangy mukmin melalui seorang rasul yang diutus oleh-Nya dari kalangan
mereka sendiri, yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka."
Diantara kasih sayang dan pengorbanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah tiga hal berikut:
1. Selalu Menginginkan Keselamatan dan Kebaikan bagi Umatnya
Rasulullah senantiasa menginginkan keselamatan dan kebaikan bagi umatnya,
meskipun pada saat itu mereka masih menentang dakwah Rasulullah. Bahkan
memusuhi dan menyakiti hati Sang Nabi. Rasulullah tidak ingin umatnya diadzab
Allah, meskipun malaikat telah datang menawarkan bantuan, seakan malaikat itu
sudah tidak sabar dengan penderitaan Muhammad akibat permusuhan kaum/kabilah
tertentu.
Hari itu, Rasulullah berdarah-darah. Kakinya terluka oleh lemparan batu penduduk
Thaif. Bukannya menerima dakwah Rasulullah, mereka justru mengusir Rasulullah
dengan cacian dan batu. Betapa sedih hati Rasulullah saat itu. Kesedihannya
bukan karena merasakan sakitnya darah mengalir, tetapi karena umatnya belum
mendapat hidayah. Jika air mata Rasulullah berlinang pada saat itu, itu bukan
karena perihnya luka, tetapi karena sayangnya beliau kepada umat.
Rasulullah kemudian bersimpuh, berdoa kepada Allah dengan doa yang menyayat
hati, terutama bagi Zaid bin Haritsah yang menemani beliau saat itu: "Ya
Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku
dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah
Tuhannya orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan
diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan
menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab
sungguh teramat luas rahmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung
dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia
dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahanMu kepadaku
atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha. Tidak
ada daya dan kekuatan selain denganMu"
Saat itulah kemudian malaikat datang kepada beliau dengan menawarkan bantuan
untuk menghukum penduduk Thaif. "Wahai Rasulullah, berilah aku perintahmu.
Jika engkau mau aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan
lakukan!"
Rasulullah menjawab, "Jangan... Jangan! Bahkan aku berharap Allah akan
mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah
semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun... !" Berkat doa Rasulullah
ini, beberapa tahun kemudian penduduk Thaif menjadi ahli tauhid. Bahkan ketika
ada kasus murtad sepeninggal Rasulullah, Thaif merupakan salah satu daerah yang
steril dari kemurtadan.
Pada kesempatan yang lain, sahabat beliau Thufail bin Amr datang mengadukan
kaumnya yang tidak mau menerima dakwah, bahkan menentangnya. Thufail meminta
Rasulullah berdoa kepada Allah untuk kehancuran penduduk Daus, namun beliau
berdoa dengan doa lain yang membuatnya terpesona. “Ya Allah, tunjukilah
penduduk Daus dan bawalah mereka ke sini sebagai orang-orang Islam,” berkat doa
Rasulullah ini, kelak ketika seusai perang Khaibar penduduk Daus datang ke
Madinah untuk memberikan kabar gembira keislaman mereka. Tak kurang dari 80
keluarga datang bersama Thufail saat itu.
Demikian juga dalam banyak kesempatan yang lain. Ketika orang-orang Quraisy dan
kafir lainnya menentang Rasulullah dan mencaci makinya, beliau kerap membalas
kejahatan mereka dengan doa: "Allaahummahdii qaumii, fainnahum laa
ya'lamuun" (Ya Allah, ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka belum
mengetahui).
Keinginan Rasulullah agar umatnya berada dalam keselamatan dan kebaikan serta
terhindar dari adzab ini diijabahi Allah dengan ketentuanNya. Dia
mengistimewakan umat Muhammad dengan tidak menurunkan adzab kepada mereka.
Tidak seperti kaum terdahulu, di saat mereka ingkar kepada ajaran Nabi, mereka
dihukum dengan adzab yang menghancurkan dan menghabisi riwayat kaum tersebut.
2. Memberi Syafaat bagi Umatnya
Inilah kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam
yang kedua, yang tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Yakni syafaat untuk
umat.
Sebenarnya, setiap Nabi diberikan doa mustajab oleh Allah. Namun, nabi-nabi
sebelumnya telah menggunakan doa tersebut, sebagiannya sebagai senjata
pamungkas untuk menghancurkan orang-orang kafir dengan adzab Allah. Adapun Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menyimpan doa tersebut sebagai
syafaat bagi umatnya, kelak di hari hisab.
Rasulullah bersabda:
لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
"Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi
menyegerakan doanya. Dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafa'at
bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya Allah syafa'atku untuk setiap orang
yang mati dari kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu apa pun" (HR. Muslim)
Subhanallah… Rasulullah bersabar dengan kesabaran yang sempurna, bahkan tidak
dimiliki oleh Nabi sebelumnya, untuk tidak menggunakan "doa
pamungkas" itu kecuali di akhirat nanti, sebagai syafaat bagi umatnya.
Dalam hadits lain yang sangat panjang, dikisahkan bahwa nanti di hari kiamat
manusia ingin memperoleh syafaat. Mereka datang meminta syafaat kepada Nabi
Adam, Ibrahim, Nuh, Musa, dan Isa. Tetapi semuanya malu meminta syafaat kepada
Allah. Maka mereka pun mendatangi Rasulullah, dan beliau pun memintakan syafaat
kepada Allah.
3. Meringankan Sakaratul Maut Umatnya
Kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang
tidak kalah besarnya terjadi pada akhir hayat beliau. Saat itu, Malaikat maut
ditemani Jibril datang kepada beliau mengabarkan hendak mencabut nyawa beliau.
“Bolehkah aku masuk?” kata seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Saat
itu Fatimah menunggui sang Nabi.
“Maaf, ayahku sedang demam,” jawab Fatimah.
Tetapi, Rasulullah yang tahu bahwa tamu itu adalah malaikat, beliau menyuruh
Fatiman mempersilakan. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,”
Fatimah menahan tangis, sadar akan berpisah dengan ayah tercinta.
Malaikat maut datang menghampiri, lalu mengajak Jibril setelah Rasulullah
menanyakannya.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah,
suaranya telah melemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua
surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, ” kata Jibril.
Di saat seperti itu, Rasulullah tetap memikirkan umatnya. Beliau tidak puas
dengan jawaban Jibril untuk beliau saja.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini wahai kekasih Allah?” tanya Jibril.
“Wahai Jibril, bagaimana dengan nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada
di dalamnya,” kata Jibril.
Setelah itu, sesuai perintah Allah, malaikat maut perlahan-lahan mencabut ruh
Rasulullah. Fatimah dan Ali yang duduk di dekat Nabi tak kuasa menahan air
mata. Bahkan Jibril juga tak "tega." Namun, Rasulullah justru meminta
agar beliau menanggung sakaratul maut umatnya.
“Ya Allah, dahsyat nian sakaratal maut ini, biarlah aku menanggung sakaratul
maut ini, jangan (beratkan sakaratul maut) pada umatku," pinta Rasulullah.
Setelah berwasiat “Ummatii, ummatii, ummatiii!” beliaupun menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Sang Nabi terakhir yang sangat mencintai umatnya itupun menghadap Allah untuk
selamanya. Fatimah dan Ali tak kuasa menahan duka dan kesedihan.
Kita pun sangat pantas bersedih, bahkan di saat kita belum melakukan apapun
untuk Islam, Rasulullah telah menanggung (sebagian) sakitnya sakaratul maut
kita.
Pertanyaannya, apakah kita kemudian terpanggil untuk lebih mencintai Nabi,
mengikuti dan meneladaninya? Semoga momentum maulid Nabi membuat kita sadar
kasih sayang dan pengorbanan Rasulullah, lalu kita pun mencintai Nabi,
mengikuti dan meneladaninya. Wallaahu a'lam bish shawab.
0 comments:
Post a Comment