Friday, November 2, 2012


Batu Nisan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro Posted by Syarifah Jameela, 19/1/2012 12:22:00 PM [http://m-irsyad.blogspot.com/2012/01/berdasarkan-fakta-sejarah-ternyata.html] Berdasarkan fakta sejarah ternyata sebelum Generasi Walisanga menyebarkan Islam di bumi Jawa, sudah banyak masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam . Salah satu buktinya ditemukan komplek makam Islam di Situs makam Tralaya Mojokerto. Komplek makam Tralaya diyakini keberadaannya sejak tahun 1368 masehi. Hal ini berdasarkan batu nisan pertama yang ditemukan di Trawulan yang bertarikh 1290 Saka (1368 Masehi). Tidak seperti makam Islam pada umumnya, komplek makam Tralaya sangat kental dengan nuansa jawa seperti penggunaan angka tahun dengan huruf sansekerta dan batu nisan yang menyerupai Lingga dan Yoni (kepercayaan Hindhu-Budha). Lihatlah, batu nisan ini bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAH. Mengapa sampai bisa demikian? Syiar awal agama Islam di In donesia memang selalu menarik untuk dikaji. Fakta historis dalam sejarah awal mula perkembangan Islam di Indonesia hampir tidak pernah didengar terjadi kontak senjata dengan penduduk asli yang waktu itu mayoritas beragama Hindu dan Budha. Bahkan, malah sebaliknya mereka menerimanya dengan hangat, sehingga dengan itu, Islam dapat tersebar dengan mudah dan tanpa ada sedikitpun perlawanan dari masyarakat setempat khususnya dari pihak Penguasa Kerajaan Majapahit yang pada waktu itu menjadi kerajaan terbesar di Indonesia. Keterkaitan Walisanga dengan situs makam Tralaya diyakini para sejarawan mempunyai ikatan yang kuat. Dalam kompleks makam Tralaya terdapat makam Putri Champa yang dalam kitab Pararaton dijelaskan sebagai Bibi dari Sunan Ampel. Putri Champa merupakan selir Raja Majapahit yang berasal dari Kerjaaan Chempa, Indo Cina. Ditemukan dalam sejarah, salah satu muasis dakwah [perintis penyiar awal agama] Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa, yaitu Syeikh Sayyid Jumadil Kubro. Siapa sebenarnya beliau tersebut? Bagaimana beliau berdakwah dan mengislamkan masyarakat di tanah Jawa? Bagaimana kaitannya sosok beliau ini dengan Wali Songo? Dan mengapa beliau dimakamkan di wilayah yang terletak di tengah-tengah pusat Kerajaan Majapahit? Para peneliti, di antaranya Ibrahim Muhlis S.Th.I bersama teamnya, melakukan observasi, Sabtu 13 Juli 2009 dan mencari informasi dengan mendatangi kompleks situs makam Troloyo yang diduga sebagai makam Syeikh Syayid Jumadil Kubro. Troloyo merupakan suatu situs peninggalan berupa makam-makam Islam kuno yang terletak di wilayah Kelurahan Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Posisi makam ini berada tepat di sebuah tempat yang dulunya merupakan pusat kerajaan Mojopahit. Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, Tralaya merupakan tempat peristirahatan bagi kaum saudagar muslim dalam rangka menyebarluaskan agama Islam kepada Raja Majapahit beserta para kerabat Raja dan prajuritnya. Di hutan Troloyo tersebut lalu dibuatlah ”petilasan” [situs] untuk menandai peristiwa tersebut. Menurut Poerwodarminta, Troloyo berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal atau tanah lapang tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan Pralaya berarti rusak atau mati atau kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai Tralaya.

Komplek Makam Muslim Troloyo di pusat Situs Kerajaan Majapahit Sekilas Tentang SYEIKH SAYYID JUMADIL KUBRO Syeikh Sayyid Jumadil Kubro [aslinya bernama Syeikh Sayyid Jamaluddin al-Husain al-Akbar] adalah seorang tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa., bahkan dikatakan beliulah perintis pertamakali penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau adalah wali tertua di tanah Jawa sebelum generasi Wali Songo yang termasyhur itu. Beliau umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Menurut data yang kami peroleh hasil wawancara dengan juru kunci makam Troloyo. Beliau tiba di tanah Jawa sekitar abad ke 13 kira-kira tahun 1250 M. Beliau adalah seorang da’i dari negara Persia yang memang sengaja diutus untuk menyebarkan agama Islam di kepulauan Nusantara khususnya di pulau Jawa. Dalam menjalankan amanat ini Beliau tidak sendirian melainkan dibantu oleh beberapa rekannya Salah satu rekan yang juga satu negara dengannya diketahui bernama Syeikh Subakir yang merupakan ulama ahli ruqiyah serta "menguasai" dunia jin [alam lelembut]. Syeikh Subakir mempunyai misi yang berbeda dengan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro. Ia bertugas "menumbali tanah Jawa" yang dikenal masih banyak pagebluk-pagebluknya tepatnya di Gunung Tidar, Magelang, Jawa Tengah. [Dalam kitab Babat Tanah Jawi yang ditulis di masa Sultan Hadiwijaya di Pajang disebutkan waktu itu banyak orang Jawa yang meninggal dimakan pagebluk. Mungkin maksudnya kena wabah penyakit yang sangat meluas]. Syeikh Sayyid Jumadil Kubra mempunyai tiga putra, pertama Ali Barakat Jainul Alam mempunyai putra Maulana Malik Ibrahim (Gresik), yang kedua adalah Ali Nurul Alam mempunyai putra Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, dan yang terakhir adalah Ibrahim Asmaraqandi. Dalam dakwahnya ke tanah Jawa putra bungsunya tersebut juga ikut menyertai Syeikh Sayyid Jumadil Kubro, yaitu Ibrahim Asmaraqandi. Ibrahim Asmaraqandi memberanikan diri mengabdi pada raja Kuntoro Binatoro Mojopohit dan diambil menantu dikawinkan dengan putri Condro Dewi Condro Muka. Pada akhirnya beliau pindah ke Champa dan mempunyai putra Maulana Ishak (ayah Sunan Giri) dan R. Rahmat (Sunan Ampel). Sedangkan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro tetap istiqomah berdakwah di tanah Jawa sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Troloyo seperti yang dipercaya masyarakat setempat, bahkan haulnya selalu diperingati pada tiap tahunnya. ( http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/riset-sejarah-waliyyullah-sayyid.html) DAKWAH SYEKH SAYYID JUMADIL KUBRO Syeikh Sayyid Jumadil Kubro merupakan tokoh kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan Majapahit. Syeikh Sayyid Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Sayyid Jamaluddin al-Husain al-Akbar bin Ahmad Jalal Syah bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad bin Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir hingga terus nyambung ke silsilah Husein bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah Az-Zahrah binti Muhammad SAW. Beliau adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW dari garis Syyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh Ahmad Jalal Syah yang karena kemuliaan akhlaknya mampu meredam pertikaian Raja Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Ahmad Jalal Syah diangkat sebagai raja dan penguasa yang memimpin Negara Campa. Syeikh Jamaluddin [Jumadil Kubro] tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut. Di sana beliau belajar dan mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya. Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan Tasawwuf, di samping ilmu-ilmu yang lain. Selanjutnya, beliau melanjutkan pengembaraannya dalam rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama belajar dari berbagai ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju Gujarat untuk berdakwah dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan itulah beliau bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di Jawa. Kemudian beliau dakwah bersama para ulama’ termasuk para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama dipimpin Syeikh Sayyid Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil bernama Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit. Kemudian jamaah tersebut membangun sejumlah padepokan [pesantren] untuk mendidik dan mengajarkan beragam ilmu kepada siapa saja yang hendak mendalami ilmu keislaman. Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni Maulana Malik Ibrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Nama Syeikh Sayyid Jumadil Kubro termasyhur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya). Pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindu di samping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjemput menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Tauhid dan menghadirkan peradapan Islam di tengah Kerajaan Majapahit sangatlah besar. Bermula dari usulan yang diajukan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro kepada Kholifah Turki Utsmani (Sultan Muhammad I) maka pada kurun berikutnya dikirimlah Tim Du`at yang terdiri dari sembilan ulama pilihan untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah Kerajaan Majapahit {Nusantara}. Tim du`at itu kemudian dikenal dengan sebutan Wali Songo. Demikianlah akhirnya, proses Islamisasi Majapahit dan Nusantara pada periode berikutnya digerakkan oleh Majelis Wali Sango tersebut. Sementara itu, perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. Beliau diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi [1328-1350] dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk [1350-1389]). Karena pengaruh beliau dalam memberikan pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Sayyid Jumadil Kubro dikenal dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara dakwah yang pelan tapi pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau berada di antara beberapa pejabat kerajaan di antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, makam Ratu Kenconowungu, makam Dewi Anjasmoro, makam Sunan Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih dan senopati yang dimakamkan bersamanya, termasuk makam Mahapatih Gadjah Mada [alias Syeikh Mada]. Lokasi kompleks makam ini berdekatan dengan Pendopo Agung Majapahit dan Pusat Informasi Majapahit yang pembangunannya menuai kontroversi. Hal itu karena proses pembangunannya diindikasikan merusak situs-situs peninggalan Majapahit yang diyakini hingga kini masih terkubur di dalam tanah kawasan Trowulan. Sekali dayung, maka semua tujuan napak tilas sejarah Majapahit bisa terpenuhi.

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. ceritanya keren,, andai ada yg bisa membikinkan filmnya...

    ReplyDelete