• sang syeh cahaya perdamaian majapahit

    Nulla condimentum pulvinar turpis, ac dapibus purus consequat a. Maecenas condimentum lorem id tellus scelerisque sagittis. Aenean odio massa, tristique quis posuere non, porta a [...]

  • Hayam wuruk penguasa majapahit

    In suscipit vestibulum sem, nec consectetur enim consequat nec. Donec elit turpis; dignissim pharetra porttitor in, fringilla sed tortor. Vivamus scelerisque blandit velit sit amet [...]

  • Penguasa lelembut nusantara

    Suspendisse tellus nunc, iaculis vulputate placerat sit amet, lacinia sed mi. Nulla quam nisl, eleifend nec iaculis eu, sollicitudin sed lectus. Vivamus sodales tempor massa [...]

  • Suasana perdagangan dipusat kota majapahit

    Aenean tristique varius egestas. Nulla urna enim, facilisis nec pretium in, euismod at dui! Donec ac neque eu eros facilisis malesuada. Class aptent taciti sociosqu [...]

Monday, February 18, 2013

web lagi ditataya...sabar














Sunday, February 17, 2013

Saudara-saudaraku, momentum Maulid Nabi Muhammad s.a.w. seharusnya menjadikan kita lebih mencintai Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, lalu kecintaan itu membuat kita mengikuti beliau dan meneladaninya. Jangan sampai, maulid Nabi justru membuat kita semakin jauh dari sunnahnya.

Untuk lebih mencintai Nabi, mendekati tanggal 12 Rabiul Awal yang diyakini sebagai hari kelahiran Rasulullah s.a.w. , Maulid Nabi, perlu kita putar kembali ingatan kita kepada besarnya kasih sayang dan pengorbanan beliau untuk umatnya. Kasih sayang itu, bahkan menjadi sifat Rasulullah s.a.w. yang difirmankan Allah Ta'ala:


قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (QS. At-Taubat : 128)

Dalam menjelaskan ayat ini, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur'anmengatakan, "Allah tidak mengatakan 'rasul dari kalian' tetapi mengatakan 'dari kaummu sendiri'. Ungkapan ini lebih sensitif, lebih dalam hubungannya dan lebih menunjukkan ikatan yang mengaitkan mereka. Karena beliau adalah bagian dari diri mereka, yang bersambung dengan mereka dengan hubungan jiwa dengan jiwa, sehingga hubungan ini lebih dalam dan lebih sensitif."
Sedangkan Ibnu Katsir dalam Tafsir Qur'anil Adzim berkata, "Allah SWT menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada orang-orangy mukmin melalui seorang rasul yang diutus oleh-Nya dari kalangan mereka sendiri, yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka."
Diantara kasih sayang dan pengorbanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah tiga hal berikut:
1. Selalu Menginginkan Keselamatan dan Kebaikan bagi Umatnya
Rasulullah senantiasa menginginkan keselamatan dan kebaikan bagi umatnya, meskipun pada saat itu mereka masih menentang dakwah Rasulullah. Bahkan memusuhi dan menyakiti hati Sang Nabi. Rasulullah tidak ingin umatnya diadzab Allah, meskipun malaikat telah datang menawarkan bantuan, seakan malaikat itu sudah tidak sabar dengan penderitaan Muhammad akibat permusuhan kaum/kabilah tertentu.
Hari itu, Rasulullah berdarah-darah. Kakinya terluka oleh lemparan batu penduduk Thaif. Bukannya menerima dakwah Rasulullah, mereka justru mengusir Rasulullah dengan cacian dan batu. Betapa sedih hati Rasulullah saat itu. Kesedihannya bukan karena merasakan sakitnya darah mengalir, tetapi karena umatnya belum mendapat hidayah. Jika air mata Rasulullah berlinang pada saat itu, itu bukan karena perihnya luka, tetapi karena sayangnya beliau kepada umat.
Rasulullah kemudian bersimpuh, berdoa kepada Allah dengan doa yang menyayat hati, terutama bagi Zaid bin Haritsah yang menemani beliau saat itu: "Ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah Tuhannya orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab sungguh teramat luas rahmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahanMu kepadaku atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu"
Saat itulah kemudian malaikat datang kepada beliau dengan menawarkan bantuan untuk menghukum penduduk Thaif. "Wahai Rasulullah, berilah aku perintahmu. Jika engkau mau aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!" 
Rasulullah menjawab, "Jangan... Jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun... !" Berkat doa Rasulullah ini, beberapa tahun kemudian penduduk Thaif menjadi ahli tauhid. Bahkan ketika ada kasus murtad sepeninggal Rasulullah, Thaif merupakan salah satu daerah yang steril dari kemurtadan.
Pada kesempatan yang lain, sahabat beliau Thufail bin Amr datang mengadukan kaumnya yang tidak mau menerima dakwah, bahkan menentangnya. Thufail meminta Rasulullah berdoa kepada Allah untuk kehancuran penduduk Daus, namun beliau berdoa dengan doa lain yang membuatnya terpesona. “Ya Allah, tunjukilah penduduk Daus dan bawalah mereka ke sini sebagai orang-orang Islam,” berkat doa Rasulullah ini, kelak ketika seusai perang Khaibar penduduk Daus datang ke Madinah untuk memberikan kabar gembira keislaman mereka. Tak kurang dari 80 keluarga datang bersama Thufail saat itu.
Demikian juga dalam banyak kesempatan yang lain. Ketika orang-orang Quraisy dan kafir lainnya menentang Rasulullah dan mencaci makinya, beliau kerap membalas kejahatan mereka dengan doa: "Allaahummahdii qaumii, fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah, ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka belum mengetahui).
Keinginan Rasulullah agar umatnya berada dalam keselamatan dan kebaikan serta terhindar dari adzab ini diijabahi Allah dengan ketentuanNya. Dia mengistimewakan umat Muhammad dengan tidak menurunkan adzab kepada mereka. Tidak seperti kaum terdahulu, di saat mereka ingkar kepada ajaran Nabi, mereka dihukum dengan adzab yang menghancurkan dan menghabisi riwayat kaum tersebut.
2. Memberi Syafaat bagi Umatnya
Inilah kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang kedua, yang tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Yakni syafaat untuk umat. 
Sebenarnya, setiap Nabi diberikan doa mustajab oleh Allah. Namun, nabi-nabi sebelumnya telah menggunakan doa tersebut, sebagiannya sebagai senjata pamungkas untuk menghancurkan orang-orang kafir dengan adzab Allah. Adapun Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menyimpan doa tersebut sebagai syafaat bagi umatnya, kelak di hari hisab.
Rasulullah bersabda:


لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا

"Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi menyegerakan doanya. Dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafa'at bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya Allah syafa'atku untuk setiap orang yang mati dari kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun" (HR. Muslim)

Subhanallah… Rasulullah bersabar dengan kesabaran yang sempurna, bahkan tidak dimiliki oleh Nabi sebelumnya, untuk tidak menggunakan "doa pamungkas" itu kecuali di akhirat nanti, sebagai syafaat bagi umatnya.
Dalam hadits lain yang sangat panjang, dikisahkan bahwa nanti di hari kiamat manusia ingin memperoleh syafaat. Mereka datang meminta syafaat kepada Nabi Adam, Ibrahim, Nuh, Musa, dan Isa. Tetapi semuanya malu meminta syafaat kepada Allah. Maka mereka pun mendatangi Rasulullah, dan beliau pun memintakan syafaat kepada Allah.
3. Meringankan Sakaratul Maut Umatnya
Kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang tidak kalah besarnya terjadi pada akhir hayat beliau. Saat itu, Malaikat maut ditemani Jibril datang kepada beliau mengabarkan hendak mencabut nyawa beliau.
“Bolehkah aku masuk?” kata seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Saat itu Fatimah menunggui sang Nabi. 
“Maaf, ayahku sedang demam,” jawab Fatimah.
Tetapi, Rasulullah yang tahu bahwa tamu itu adalah malaikat, beliau menyuruh Fatiman mempersilakan. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” Fatimah menahan tangis, sadar akan berpisah dengan ayah tercinta. 
Malaikat maut datang menghampiri, lalu mengajak Jibril setelah Rasulullah menanyakannya. 
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah, suaranya telah melemah. 
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, ” kata Jibril. 
Di saat seperti itu, Rasulullah tetap memikirkan umatnya. Beliau tidak puas dengan jawaban Jibril untuk beliau saja.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini wahai kekasih Allah?” tanya Jibril. “Wahai Jibril, bagaimana dengan nasib umatku kelak?” 
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Setelah itu, sesuai perintah Allah, malaikat maut perlahan-lahan mencabut ruh Rasulullah. Fatimah dan Ali yang duduk di dekat Nabi tak kuasa menahan air mata. Bahkan Jibril juga tak "tega." Namun, Rasulullah justru meminta agar beliau menanggung sakaratul maut umatnya. 
“Ya Allah, dahsyat nian sakaratal maut ini, biarlah aku menanggung sakaratul maut ini, jangan (beratkan sakaratul maut) pada umatku," pinta Rasulullah. Setelah berwasiat “Ummatii, ummatii, ummatiii!” beliaupun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sang Nabi terakhir yang sangat mencintai umatnya itupun menghadap Allah untuk selamanya. Fatimah dan Ali tak kuasa menahan duka dan kesedihan. 
Kita pun sangat pantas bersedih, bahkan di saat kita belum melakukan apapun untuk Islam, Rasulullah telah menanggung (sebagian) sakitnya sakaratul maut kita. 
Pertanyaannya, apakah kita kemudian terpanggil untuk lebih mencintai Nabi, mengikuti dan meneladaninya? Semoga momentum maulid Nabi membuat kita sadar kasih sayang dan pengorbanan Rasulullah, lalu kita pun mencintai Nabi, mengikuti dan meneladaninya. Wallaahu a'lam bish shawab. 
 

Friday, November 2, 2012

17 PEMERAN UTAMA

17 PEMERAN UTAMA
FILM SYEIH JUMADIL KUBRO
adalah sebagai berikut :
SUNAN AMPEL

SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM
 SUNAN GUNUNG JATI


Batu Nisan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro Posted by Syarifah Jameela, 19/1/2012 12:22:00 PM [http://m-irsyad.blogspot.com/2012/01/berdasarkan-fakta-sejarah-ternyata.html] Berdasarkan fakta sejarah ternyata sebelum Generasi Walisanga menyebarkan Islam di bumi Jawa, sudah banyak masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam . Salah satu buktinya ditemukan komplek makam Islam di Situs makam Tralaya Mojokerto. Komplek makam Tralaya diyakini keberadaannya sejak tahun 1368 masehi. Hal ini berdasarkan batu nisan pertama yang ditemukan di Trawulan yang bertarikh 1290 Saka (1368 Masehi). Tidak seperti makam Islam pada umumnya, komplek makam Tralaya sangat kental dengan nuansa jawa seperti penggunaan angka tahun dengan huruf sansekerta dan batu nisan yang menyerupai Lingga dan Yoni (kepercayaan Hindhu-Budha). Lihatlah, batu nisan ini bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAH. Mengapa sampai bisa demikian? Syiar awal agama Islam di In donesia memang selalu menarik untuk dikaji. Fakta historis dalam sejarah awal mula perkembangan Islam di Indonesia hampir tidak pernah didengar terjadi kontak senjata dengan penduduk asli yang waktu itu mayoritas beragama Hindu dan Budha. Bahkan, malah sebaliknya mereka menerimanya dengan hangat, sehingga dengan itu, Islam dapat tersebar dengan mudah dan tanpa ada sedikitpun perlawanan dari masyarakat setempat khususnya dari pihak Penguasa Kerajaan Majapahit yang pada waktu itu menjadi kerajaan terbesar di Indonesia. Keterkaitan Walisanga dengan situs makam Tralaya diyakini para sejarawan mempunyai ikatan yang kuat. Dalam kompleks makam Tralaya terdapat makam Putri Champa yang dalam kitab Pararaton dijelaskan sebagai Bibi dari Sunan Ampel. Putri Champa merupakan selir Raja Majapahit yang berasal dari Kerjaaan Chempa, Indo Cina. Ditemukan dalam sejarah, salah satu muasis dakwah [perintis penyiar awal agama] Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa, yaitu Syeikh Sayyid Jumadil Kubro. Siapa sebenarnya beliau tersebut? Bagaimana beliau berdakwah dan mengislamkan masyarakat di tanah Jawa? Bagaimana kaitannya sosok beliau ini dengan Wali Songo? Dan mengapa beliau dimakamkan di wilayah yang terletak di tengah-tengah pusat Kerajaan Majapahit? Para peneliti, di antaranya Ibrahim Muhlis S.Th.I bersama teamnya, melakukan observasi, Sabtu 13 Juli 2009 dan mencari informasi dengan mendatangi kompleks situs makam Troloyo yang diduga sebagai makam Syeikh Syayid Jumadil Kubro. Troloyo merupakan suatu situs peninggalan berupa makam-makam Islam kuno yang terletak di wilayah Kelurahan Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Posisi makam ini berada tepat di sebuah tempat yang dulunya merupakan pusat kerajaan Mojopahit. Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, Tralaya merupakan tempat peristirahatan bagi kaum saudagar muslim dalam rangka menyebarluaskan agama Islam kepada Raja Majapahit beserta para kerabat Raja dan prajuritnya. Di hutan Troloyo tersebut lalu dibuatlah ”petilasan” [situs] untuk menandai peristiwa tersebut. Menurut Poerwodarminta, Troloyo berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal atau tanah lapang tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan Pralaya berarti rusak atau mati atau kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai Tralaya.

Komplek Makam Muslim Troloyo di pusat Situs Kerajaan Majapahit Sekilas Tentang SYEIKH SAYYID JUMADIL KUBRO Syeikh Sayyid Jumadil Kubro [aslinya bernama Syeikh Sayyid Jamaluddin al-Husain al-Akbar] adalah seorang tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa., bahkan dikatakan beliulah perintis pertamakali penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau adalah wali tertua di tanah Jawa sebelum generasi Wali Songo yang termasyhur itu. Beliau umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Menurut data yang kami peroleh hasil wawancara dengan juru kunci makam Troloyo. Beliau tiba di tanah Jawa sekitar abad ke 13 kira-kira tahun 1250 M. Beliau adalah seorang da’i dari negara Persia yang memang sengaja diutus untuk menyebarkan agama Islam di kepulauan Nusantara khususnya di pulau Jawa. Dalam menjalankan amanat ini Beliau tidak sendirian melainkan dibantu oleh beberapa rekannya Salah satu rekan yang juga satu negara dengannya diketahui bernama Syeikh Subakir yang merupakan ulama ahli ruqiyah serta "menguasai" dunia jin [alam lelembut]. Syeikh Subakir mempunyai misi yang berbeda dengan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro. Ia bertugas "menumbali tanah Jawa" yang dikenal masih banyak pagebluk-pagebluknya tepatnya di Gunung Tidar, Magelang, Jawa Tengah. [Dalam kitab Babat Tanah Jawi yang ditulis di masa Sultan Hadiwijaya di Pajang disebutkan waktu itu banyak orang Jawa yang meninggal dimakan pagebluk. Mungkin maksudnya kena wabah penyakit yang sangat meluas]. Syeikh Sayyid Jumadil Kubra mempunyai tiga putra, pertama Ali Barakat Jainul Alam mempunyai putra Maulana Malik Ibrahim (Gresik), yang kedua adalah Ali Nurul Alam mempunyai putra Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, dan yang terakhir adalah Ibrahim Asmaraqandi. Dalam dakwahnya ke tanah Jawa putra bungsunya tersebut juga ikut menyertai Syeikh Sayyid Jumadil Kubro, yaitu Ibrahim Asmaraqandi. Ibrahim Asmaraqandi memberanikan diri mengabdi pada raja Kuntoro Binatoro Mojopohit dan diambil menantu dikawinkan dengan putri Condro Dewi Condro Muka. Pada akhirnya beliau pindah ke Champa dan mempunyai putra Maulana Ishak (ayah Sunan Giri) dan R. Rahmat (Sunan Ampel). Sedangkan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro tetap istiqomah berdakwah di tanah Jawa sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Troloyo seperti yang dipercaya masyarakat setempat, bahkan haulnya selalu diperingati pada tiap tahunnya. ( http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/riset-sejarah-waliyyullah-sayyid.html) DAKWAH SYEKH SAYYID JUMADIL KUBRO Syeikh Sayyid Jumadil Kubro merupakan tokoh kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan Majapahit. Syeikh Sayyid Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Sayyid Jamaluddin al-Husain al-Akbar bin Ahmad Jalal Syah bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad bin Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir hingga terus nyambung ke silsilah Husein bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah Az-Zahrah binti Muhammad SAW. Beliau adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW dari garis Syyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh Ahmad Jalal Syah yang karena kemuliaan akhlaknya mampu meredam pertikaian Raja Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Ahmad Jalal Syah diangkat sebagai raja dan penguasa yang memimpin Negara Campa. Syeikh Jamaluddin [Jumadil Kubro] tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut. Di sana beliau belajar dan mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya. Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan Tasawwuf, di samping ilmu-ilmu yang lain. Selanjutnya, beliau melanjutkan pengembaraannya dalam rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama belajar dari berbagai ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju Gujarat untuk berdakwah dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan itulah beliau bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di Jawa. Kemudian beliau dakwah bersama para ulama’ termasuk para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama dipimpin Syeikh Sayyid Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil bernama Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit. Kemudian jamaah tersebut membangun sejumlah padepokan [pesantren] untuk mendidik dan mengajarkan beragam ilmu kepada siapa saja yang hendak mendalami ilmu keislaman. Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni Maulana Malik Ibrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Nama Syeikh Sayyid Jumadil Kubro termasyhur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya). Pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindu di samping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjemput menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Tauhid dan menghadirkan peradapan Islam di tengah Kerajaan Majapahit sangatlah besar. Bermula dari usulan yang diajukan Syeikh Sayyid Jumadil Kubro kepada Kholifah Turki Utsmani (Sultan Muhammad I) maka pada kurun berikutnya dikirimlah Tim Du`at yang terdiri dari sembilan ulama pilihan untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah Kerajaan Majapahit {Nusantara}. Tim du`at itu kemudian dikenal dengan sebutan Wali Songo. Demikianlah akhirnya, proses Islamisasi Majapahit dan Nusantara pada periode berikutnya digerakkan oleh Majelis Wali Sango tersebut. Sementara itu, perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. Beliau diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi [1328-1350] dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk [1350-1389]). Karena pengaruh beliau dalam memberikan pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Sayyid Jumadil Kubro dikenal dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara dakwah yang pelan tapi pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau berada di antara beberapa pejabat kerajaan di antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, makam Ratu Kenconowungu, makam Dewi Anjasmoro, makam Sunan Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih dan senopati yang dimakamkan bersamanya, termasuk makam Mahapatih Gadjah Mada [alias Syeikh Mada]. Lokasi kompleks makam ini berdekatan dengan Pendopo Agung Majapahit dan Pusat Informasi Majapahit yang pembangunannya menuai kontroversi. Hal itu karena proses pembangunannya diindikasikan merusak situs-situs peninggalan Majapahit yang diyakini hingga kini masih terkubur di dalam tanah kawasan Trowulan. Sekali dayung, maka semua tujuan napak tilas sejarah Majapahit bisa terpenuhi.